DIMENSI KEHIDUPAN

Selayang Pandang:  
Assalamu'alaikum Wr.Wb Ya Akhi Wa Ukhti :)

Ahlan wa sahlan di Dimensi Kehidupan.

Hadirnya Dimensi Kehidupan sebagai pengingat dalam kehidupan,

agar kita selalu Istiqamah dan mengingatNya dalam kehidupan ini.

Dimana kehidupan yang luas, mungkin diantara kita pernah

melakukan berbagai hal yang salah di kehidupan ini.

Dimen berharap dengan sedikit pengambaran yang ada dalam konten blog dimen ini

membuat kehidupan kita lebih bermakna dan lebih mempunyai arti serta mawas diri di kehidupan ini.

Syukron atas kunjungannya. Barakallah wa Jazakumullahu Khairan Ya Akhi Wa Ukhti.

Wassalamu'alaikum Wr.Wb





















ARTIKEL DIMENSI KEHIDUPAN

gravatar

Berkurbanlah Bagi Yang Mampu

Firman Allah Swt: “Sesungguhnya Kami telah memberikan nikmat yang banyak, maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkubanlah.” [Q.S.Al-Kautsar (108):1-2].

Tanpa terasa, sebentar lagi kita akan merayakan Hari Raya Idul Adha atau Hari Raya Kurban lazim disebut juga hari Raya Haji. Tidak sedikit umat muslim melakukan penyembelihan hewan kurban dan mungkin pula termasuk kita sendiri, keluarga atau tetangga kita. Namun sayangnya masih ada pula diantara kita yang kurang atau belum memahami makna dan ketentuan-ketentuan tentang kurban, baik berdasarkan firman – firman Allah Swt maupun hadits-hadits
Nabi Muhammad Saw. Hal ini tentunya sangat menghawatirkan kita, sebab bila yang berkurban maupun pihak yang membantu menangani hewan kurban, pelaksanaannya tidak sejalan dengan ajaran agama, akhirnya keinginan kita untuk beribadah dan beramal shalih tidak tercapai.

Kata kurban diambil dari kata quraba (Fi’ll madhl); yaqrobu (fi’ll mudhari); qurban wa qurbanan (fi’ll masdhar) artinya mendekati atau menghampiri. Menurut istilah, kurban adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah, baik berupa hewan sembelihan maupun yang lainnya. Kurban yang tengah kita bicarakan ini adalah menyembelih hewan ternak sebagai satu bentuk ibadah pada hari Raya Idul Adha atau Hari Raya Kurban/Hari Raya Haji. Tujuannya adalah semata-mata untuk mendekatkan diri atau mencari ridho Allah swt. Selain itu juga bertujuan untuk menggembirakan kaum fakir miskin yang menerima daging hewan kurban, sebagaimana pada Hari Raya Idul Fitri mereka digembirakan dengan mendapat zakat fitrah.

Hukum kurban ini, sebagian ulama mengatakan wajib bagi yang mampu, sedangkan sebagian ulama lainnya mengatakan sunnah mu’akaidah (dianjurkan). Pendapat para ulama ini tidak perlu dipermasalahkan, karena mampu tidak dapat disamakan dengan kaya. Fenomena yang terjadi sekarang, bukankah banyak kita menemukan orang-orang yang terlihat oleh kita termasuk orang kaya-raya: rumahnya besar, hartanya banyak, punya kendaraan mewah beberapa buah, ternyata semuanya itu diperoleh dari hasil kredit yang membebaninya setiap bulan, sehingga tak tersisa untuk menabung atau membeli hewan kurban. Sebaliknya ada orang-orang yang nampaknya hidup sederhana, setelah penghasilannya dikeluarkan untuk semua keperluan rumah tangga dan biaya untuk anak-anaknya sekolah,dll, ternyata ia masih dapat menyisihkan uang untuk tabungannya atau bila dihimpun cukup untuk membeli seekor kambing atau berserikat untuk membeli seekor sapi menjelang Idul Adha, maka ia tergolong orang yang mampu. Rasulullah Saw bersabda,”Barang siapa yang mempunyai kemampuan tetapi tidak berkurban, maka janganlah ia mendekat (mengahmpiri) tempat sholat kami” [H.R.Ahmad dan Ibnu Majah].

Agama tidak menginginkan seseorang menjadi berat dalam melaksanakan ibadahnya, sehingga berkurban karena terpaksa atau hanya ingin dilihat orang banyak tidak dibenarkan. Kurban hanya benar-benar bagi orang yang mampu, berkelebihan rezekinya, tidak memiliki tanggunganb hutang (bank,dll), maka ia wajib berkurban. “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan kamulah yang dapat mencapainya”. [Q.S. Al-Hajj (22):37].

Hewan kurban dapat berupa: kambing, sapi atau kerbau. Kambing hanya dapat diniatkan untuk kurban satu orang, sedangkan sapi atau kerbau dapat diniatkan untuk tujuh orang. Usia hewan kurban kambing tidak sah bila usianya kurang dari satu tahun, dan hewan kurban sapi atau kerbau tidak sah bila usianya belum memasuki tahun ketiga. Rasulullah Saw bersabda: “Jangan kamu sembelih kecuali binatang yang umurnya dua tahun masuk ketiga. Kecuali sulit atas kamu, maka sembelihlah kambing, biri-biri yang umurnya satu tahun”.[H.R. Muslim].

Hewan kurban hendaklah hewan yang memenuhi syarat. Para ulama menjelaskan bahwa hewan yang tidak sah dijadikan kurban apabila hewan tersebut didapati salah satu pada tubuhnya: rusak/buta sebelah matanya, sakit, pincang, kurus (tidak berlemak), tidak ada sebagian tanduknya, tidak ada sebagian kupingnya, terpotong hidungnya, terpotong ekornya, hewan yang sangat tua, dan hewan yang berkurap. Hal ini sesuai sebagaimana yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, bahwa Rasulullah Saw bersabda:”Hewan kurban tidak boleh dengan empat hewan yaitu: hewan yang sangat jelas buta sebelah matanya, hewan yang sangat jelas sakitnya, hewan yang sangat jelas pincangnya, dan hewan yang tidak bersumsum ditulangnya yang tidak lain adalah hewan yang kurus”.

Hewan kurban sapi atau kerbau dapat diperoleh dengan cara berserikat (patungan) untuk tujuh orang.” Dulu kami beserta Rasulullah Saw, dalam perjalanan maka tiba waktu kurban, lalu kami berserikat untuk berkurban dengan sapi oleh tujuh orang dan untuk unta oleh sepuluh orang” [H.R. At-Tirmidzi]. Namun yang harus diperhatikan adalah jangan sampai ada diantara orang yang ikut berserikat atau patungan tersebut berhutang (walau sepeser pun) sampai selesai penyembelihan, karena itu akan menjadikan ibadahnya sia-sia.

Orang yang berkurban dapat menyembelih hewan kurbannya sendiri. Bila tidak, ia dapat menitipkan kepada Panitia yang akan melaksanakan penyembelihan, membersihkan, dan menyedekahkan daging hewan kurban kepada yang berhak menerimanya. Orang yang menyembelih hewan kurban, membantu menyembelih dan ikut mengerjakan hewan kurban, tidak boleh diupah dengan daging hewan kurban.

Kalau hendak memberi upah (uang) hendaklah dari yang berkurban. Karena itu yang berkurban selain menyiapkan hewan kurban, juga harus memberikan ongkos-ongkos untuk pemeliharaan sebelum disembelih, pada saat penyembelihan dan penyelesaian hewan kurbannya. Bila yang ikut kegiatan penyembelihan hewan kurban itu orang yang kurang mampu, maka ia diberi daging hewan kurban, tetapi bukan karena kerjanya melainkan karena ketidak mampuannya. “Ali Ra disuruh Rasulullah Saw mengurus penyembelihan hewan kurban menyedekahkan daging dan kulitnya, dan mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan kesempurnaan kurban. Tetapi dilarang beliau mengambilkan upah untuk tukang potong dari hewan kurban itu. Untuk upahnya kami ambilkan dari uang kami sendiri” [H.R.Muslim].

Dari hadits di atas juga tersirat bahwa kulit hewan kurban (kambing, sapi atau kerbau) harus dsedekahkan bukan dijual. Karena itu jangan sekali-kali ada niat (dari pengurban) untuk menjual kulit hewan kurban tersebut, yang afdhol adalah disedekahkan atau dihibahkan kepada orang yang dapat memanfaatkannya.

Rasulullah Saw tidak memerintahkan menyembelih hewan kurban pada suatu tempat tertentu. Akan tetapi, Rasulullah Saw, memberi contoh melalui perbuatannya, yaitu beliau menyembelih kurban di halaman mushola (masjid) dan dilapangkan yang dipergunakan untuk Sholat Idul Adha secara berjamaah. Abdullah bin Umar menyembelih kurban di manhar (penjagaan). Kemudian Rasulullah Saw mengizinkan pula untuk berkurban di rumah sendiri.

Bila zakat fitrah tidak sah kalau dilakukan setelah sholat Idul Fitri, sebaliknya kurban tidak sah disembelih sebelum sholat Idul Adha. “Barang siapa menyembelih (kurban) sebelum sholat (Idul Adha), maka sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang menyembelih setelah sholat (Idul Adha), maka telah sempurnalah ibadah (kurbannya) dan sesuai dengan sunnah umat Islam” [H.R.Bukhari] Penyembelihan hewan kurban dapat dilakukan pada Hari Raya Idul Adha (setelah sholat Id) tanggal 10 Zulhijah hingga akhir hari tasriq, yaitu tanggal 11,12, dan 13 Zulhijah. “Semua hari tasyriq adalah wkatu untuk menyembelih (kurban)” [H.R.Ahmad dan Ibnu Hibban].

Rasulullah Saw bersabda: “Dan apabila kamu menyembelih, maka sembelihlah dengan sebaik-baiknya. Sesungguhnya Allah mewajibkan berlaku baik (ihsan) atas segala sesuatu” [H.R.Abu Dawud]. Sehubungan dengan itu maka pada waktu menyembelih hewan kurban, ada hal-hal sunnah yang perlu diperhatikan: hewan kurban dihadapkan ke kiblat, menggunakan pisau yang tajam, membaca basmallah, membaca sholawat, membaca takbir, membaca doa: “Bismillahi wallahu Akbar, Allahumma taqobbal haadzihill min ..... (sebutkan nama orang yang berkurban).....”

Menyaksikan penyembelihan hewan yang dikuburkan oleh pengurban, menurut para ulama, bukanlah termasuk syarat sahnya penyembelihan hewan kurban. Sehingga bila pengurban tidak mungkin untuk hadir menyaksikan penyembelihan itu, ibadah kurban dilaksanakan tetap sah.

Daging hewan kurban sepertiganya untuk keluarga yang berkurban, bersedekah untuk fakir miskin sepertiganya, dan sepertiganya lagi diberikan kepada teman atau kerabatnya. Ketetapan tersebut bukanlah bersumber dari Al-Qur’an dan bukan pula Hadits. Karena dalam Al-Qur’an Allah berfirman: “Maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan yang meminta-minta. Demikianlah Kami telah tundukkan unta – unta itu kepada kalian, mudah-mudahan kalian bersyukur. Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai keridhaan Allah, tetapi ketakwaan dari kalian yang dapat mencapainya” [Q.S. Al-Hajj (22):36-37]. Sementara dalam hadits hanya diterangkan bahwa Rasulullah Saw pernah melarang pengurban menyimpan daging kurban dalam beberapa hari sebab pada waktu itu banyak orang yang patut ditolong, layak diberi daging kurban karena mereka tergolong fakir dan msikin. Pada waktu itu Rasulullah Saw menyuruh mereka berkurban mengutamakan fakir dan miskin tersebut, dan mereka yang berkurban diberi izin mengambil daging kurban secukupnya saja. Kemudian pada tahun berikutnya, tatkala datang saat untuk berkurban, ada sahabat yang bertanya, apakah peraturan tahun lalu masih berlaku atau tidak. Rasulullah Saw menerangkan, bahwa peraturan tahun lalu ditetapkan karena banyaknya orang yang perlu ditolong, banyak orang yang berada dalam kesusahan, sedangkan pada tahun berikutnya keadaan sudah pulih kembali, tidak banyak yang memerlukan bantuan. Oleh karena itu Rasulullah Saw memberikan izin pengurban untuk turut memakannya.

Menurut madzhab Hanafi dan Syafi’i, dikatakan sebaiknya daging-daging korban itu sepertiga untuk berkurban, sepertiga untuk kerabat dan temannya, dan sepertiga lagi untuk orang-orang fakir dan miskin, inilah yang umum dilakukan umat muslim. Tetapi yang harus diingat dan yang paling penting adalah, daging kurban yang diserahkan kepada orang yang berhak menerimanya haruslah daging kurban yang kondisi dagingnya baik (tidak campur tulang). Karena itu dalam era teknologi sekarang ini, ada rumah-rumah zakat, mengawetkan daging hewan kurban dengan cara dikalengi dalam bentuk kornet sehingga dapat tahan lama disimpan. Hadits dari Aisyah Ra beliau berkata: “Dahulu kami biasa mengasinkan (mengawetkan) daging udhiyah (kurban) sehingga kami bawa ke Madinah, tiba-tiba Nabi Muhammad Saw bersabda; “Janganlah kalian menghabiskan daging udhiyah (kurban) hanya dalam tiga hari.

Demikian sekilas uraina masalah kurban, semoga ada manfaatnya dan dapat dijadikan penunjuk ke jalan yang benar, serta dapat memecah kesalahpahaman agar amal dan ibadah kita tidak mubazir, karena kita termasuk umat yang senantiasa mengikuti petunjuk Allah dan Rasul Nya.
(Coyright by hay/har/syam/10-2011).

Sumber bacaan: Ensiklopedi Muslim (Abu Bakr Jabir Al-Jazairi) – Hukum Qurban, Aqidah, dan Sembelihan (KH.Adurrahman)

Diterbitkan oleh: Buletin dakwah Muamalah, BPM Al-Aqobah II Komp.Pusri Sako Palembang – Jum’at, 23 Dzulqa’idah 1432 H/21 Oktober 2011


Entri Populer