DIMENSI KEHIDUPAN

Selayang Pandang:  
Assalamu'alaikum Wr.Wb Ya Akhi Wa Ukhti :)

Ahlan wa sahlan di Dimensi Kehidupan.

Hadirnya Dimensi Kehidupan sebagai pengingat dalam kehidupan,

agar kita selalu Istiqamah dan mengingatNya dalam kehidupan ini.

Dimana kehidupan yang luas, mungkin diantara kita pernah

melakukan berbagai hal yang salah di kehidupan ini.

Dimen berharap dengan sedikit pengambaran yang ada dalam konten blog dimen ini

membuat kehidupan kita lebih bermakna dan lebih mempunyai arti serta mawas diri di kehidupan ini.

Syukron atas kunjungannya. Barakallah wa Jazakumullahu Khairan Ya Akhi Wa Ukhti.

Wassalamu'alaikum Wr.Wb





















ARTIKEL DIMENSI KEHIDUPAN

gravatar

Hati

Maha Suci Allah. Tuhan Pencipta hati setiap makhluk bernyawa. Hati manusia mewujud sekerat daging yang tumbuh dalam diri manusia. Hati adalah raja, sedangkan organ tubuh lainnya ialah abdinya. Hati adalah landasan tempat “mendarat” (turun)nya semua perintah Allah, pada hati pula muara segala sesuatu. Hati terkait erat dengan pikiran, dan hati merupakan sentra pemikiran.

Hati merasakan resah gelisah, getar rasa takut dan gelayut kecemasan. Hati merasakan kepedihan saat kondisi diri sedih dan nelangsa. Hati merasa senang dan bahagia, saat merasakan cinta dan lapang hidup. Itulah wajah nyata hati, kadang gembira, kadang sedih, kadang lapang, kadang sempit. Hati yang tidak eksis di jalur Allah, mudah terombang-ambing keadaan, bahkan dikuasai keadaan. Hati yang istiqamah (eksis) di jalur Allah, tidak mudah goyah oleh situasi, tidak putus asa dan rapuh menghadapi segala ujian.

Sebagian ulama menuturkan: bahwa kerat daging ini disebut kalbu, karena mudah berubah oleh situasi yang mengkondisikannya. Ada pula yang mengatakan: Disebut hati karena menjadi pusat komando, landasan kebenaran dan ‘terminal’ kebohongan, yang gampang berubah sewaktu-waktu. Sebagian ulama yang lain berujar: Hati adalah Fu’ad manakala telah memiliki ketetapan yang utuh.

Hati adalah Kantong

Hati adalah kantong untuk mewadahi cinta dan benci. Hati ialah ‘karung’ untuk mewadahi kebenaran dan kejujuran. Bukankah sejatinya iman adalah ikrar lisan, pembenaran hati dan aktualisasi anggota tubuh? Hati adalah kantong kebohongan, manusia lalai hatinya plin-plan, perilakunya ambigu dan tindakannya tidak selaras antara laku lahir dan batinnya. Hati adalah kantong kebaikan, jika eksis di jalur Allah. Hati adalah kantong keburukan, apabila jauh dari nilai-nilai religi.

Hati adalah Bejana Taqwa

Hati adalah bejana yang mewadai nilai-nilai taqwa, sebagaimana firman Allah:
“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang berakal.” (Q.S Al-Baqarah 2:197) yang sedemikian itu, karena iman letaknya di hati. Iman hati akan layu dan mati oleh sebab perilaku maksiat (dosa).


Hati adalah Wadah Dzikrullah (Ingat Allah)

Hati adalah kantong untuk mewadahi Dzikrullah (ingat Allah), sebab dzikir yang hanya sebatas ucapan lisan tanpa hati sama sekali tak memiliki arti. Dzikir yang hanya ritual lisan tanpa hati tak melahirkan dayaguna sedikit pun bagi pegiatnya. Dzikir baru memiliki arti jika ucapan berbanding lurus dengan laku (dzikir) hati. Allah berfirman:

“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengat mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (Q.S ar Ra’ed 13:28)

Rasul Shallahu ‘Alaihi wa Sallam berujar:

“Hati yang kering (kosong) dari nilai-nilai Qur’ani lasana rumah yang rusak.” (HR. Al-Tirmidzi)


Hati adalah Wadah Ketentraman

Hati adalah landasan pacu tempat (turun)nya rahmat Allah yang menyembulkan ketentraman jiwa dan kedamaian batin. Hati adalah simpul pengikat kasih pemeliharaan dan pertolonganNya. Allah berfirman:

“Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya.” (Q.S Al Anfaal 8:10)

Hati adalah Wadah Keraguan Manusia yang Ambigu

Hati tidak saja mewadahi ketentraman dan kedamaian manusia-manusia yang tulus iman, namun juga mewadahi keberpihakan kepada kesesatan manusia-manusia yang ambigu dan hipokrit-Semoga kita dijauhkan Allah dari perilaku buruk ini-Bukankah dalam hidup ini, banyak manusia mengaku beriman dan islam, tetapi hati mereka tetap cenderung kepada kesesatan, meski telah beroleh petunjuk Allah ?

Karenanya para salaf shaleh senatiasa melanjutkan doa:

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (Q.S Ali Imran 3:8)

Orang yang memiliki ketetapan hati yang teguh, senantiasa berujar: “Wahai Allahku, aku rela dengan segala ketentuan takdirMu, baik berupa nestapa (kesempitan) hidup maupun kelapangan hidup. Aku tidak memohon kepadamu, melainkan petunjuk jalan lapang menuju ridhaMu.”

Dalam sebuah riwayat dituturkan: Suatu hari, Al-Hasan al-Bashri ditanya kaumnya: “Wahai Abu Said! Apa yang mesti aku lakukan, saat berkumpul bersama kaum kita hatiku serasa melayang tercerabut dari rasa takut kepada Allah?”

Al-Hasan al-Bashri bertutur: “Jika kau tidak bergaul dengan masyarakatmu, kau tidak akan memahami hakekat rasa takutmu kepada Allah. Ketahuilah olehmu, pergaulanmu dengan mereka yang tidak membuatmu takut kepada Allah, meski bertabur kenikmatan dan kemewahan duniawi.”

Hati yang Keras

Hati yang keras ialah hati yang kering dari nilai-nilai imani, tidak merasa nyaman dengan laku keimanan, tidak tersentuh lantunan Qur’ani, serta tidak pernah ingat Allah. Hati yang keras penuh dengan lumur-lumur dosa, sarat perilaku aniaya (kezhaliman), senag berbuat maksiat. Hati yang keras laksana besi atau batu cadas, bahkan jauh lebih keras dari besi maupun batu cadas. Tidak ada sedikit pun rahmat Allahyang dicurahkan kepada hati yang keras, oleh sebab hati yang keras tak memilki rasa belas kasih dan kepedulian terhadap sesama makhluk Allah.

Dan tiada yang mewujud dari hati yang keras melainkan kerugian besar, baik dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Allah berfirman:

“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi.” (Q.S Al Baqarah 2:74)

Allah juga berfirman:

“Maka berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras.” (Q.S Al Hadid 59:16)

Orang yang berani melanggar perintah Allah dan suka melakukan tindak kemaksiatan, hatinya akan menjadi keras. Dan wujud nyata keras hati ialah perilaku yang jauh dari nilai-nilai iman dan Islam, serta lalai mengingat Allah.

Hati yang keras bersanding lurus dengan kelalaian. Manusia yang lalai mengingat Allah hatinya akan keras. Hati yang keras adalah jamuan manusia-manusia zhalim, yang hanya sibuk memikirkan diri sendiri, dan tak memiliki rasa belas kasih. Dada mereka kosong dari rasa peduli dan sikap santun kepada sesama manusia dan makhluk Allah lainnya. Dan manusia-manusia yang keras hati lagi zhalim, sejatinya telah menganiaya diri mereka sendiri, sebab Allah Azza wa Jalla tidak pernah sekali pun menzhalimi para hambaNya, sebagaimana ditegaskan dalam firman Qur’ani:

“Dan bahwasannya Allah sekali-sekali tidak menganiaya hamba-hambaNya.” (Q.S Ali Imran 3:182)

Sumber: “Bila Hati Telah Mati, (Muhammad Shayyim) 2010, 1-5”


Entri Populer